RAGAM DIGLOSIA SEBAGAI VARIASI
BAHASA REGIONAL
(Berdasarkan Observasi dan
Studi Kasus di Kampung Sukamahi, Desa Pamanukan)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bahasa merupakan salah satu hasil
budaya yang bernilai sangat tinggi karena dengan bahasa manusia dapat
berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Selain itu dengan bahasa
manusia juga dimungkinkan dapat berkembang dan mengabstraksikan berbagai gejala
yang muncul di lingkungan serta dengan bahasa pula manusia dapat
mengekspresikan perasaannya dan dapat berkreativitas. Tak heran apabila banyak
ditemukan fenomena unik dalam bisang sosiolinguistik yakni ditemukannya penggunaan
bahasa yang berbeda meskipun berada dalam satu lingkup daerah yang sama sebagai
akibat dari adanya latar belakang budaya dan kreativitas manusia yang berbeda.
Fenomena unik tersebut salah satunya
dapat ditemukan di Kampung Sukamahi Desa Pamanukan Kebupaten Subang, dimana
masyarakat yang tinggal di kampung tersebut menggunakan bahasa yang berbeda
dengan kebanyakan masyarakat yang tinggal di kampung lain. Masyarakat yang
tinggal di kampung Sukamahi menggunakan bahasa jawa sebagai alat komunikasi dan
interaksi, sedangkan masyarakat lain yang berada di Kabupaten Subang
menggunakan bahasa sunda sebagai alat komunikasi dan interaksi. Oleh sebab itu
penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian terhadap situasi kebahasaan yang
terjadi di Kampung Sukamahi Desa Pamanukan Kebupaten Subang.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam
penyusunan makalah ini, kami akan membatasi masalah hanya pada masalah-masalah
yang berkenaan dengan situasi kebahasaan di Kampung Sukamahi Desa Pamanukan
Kebupaten Subang. Sehingga atas dasar pembatasan masalah di atas maka kami
merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
§ Bagaimana profil situasi kebahasaan Kampung Sukamahi Desa
Pamanukan?
§ Bagaimana wujud variasi kode bahasa yang terjadi?
§ Apa saja faktor sosial budaya yang menentukan pemilihan bahasa
masyarakat di Kampung Sukamahi Desa Pamanukan?
§ Bagaimana wujud alih kode yang terjadi sebagai bentuk
pilihan bahasa yang digunakan di masyarakat tersebut?
§ Apa saja faktor sosial budaya yang menentukan adanya alih
kode dan campur kode dalam masyarakat Pamanukan Subang?
C.
Tujuan
Berdasarkan pemaparan masalah yang kami kemukakan diatas, maka yang menjadi tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut.
§ Memberikan
penjelesandan gambaran mengenai konsep situasi kebahasaan yang terjadi di Kampung
Sukamahi Desa Pamanukan Kabupaten
§ Memberikan
pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi situasi kebahasaan tersebut
D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
§ Memberikan
gambaran situasi kebahasaan yang terjadi di Kampung Sukamahi Desa Pamanukan
Kabupaten
§ Memperjelas
pemahaman akan faktor-faktor yang mempengaruhi situasi kebahasaan tersebut
§ Sebagai
bahan referensi guru atau mahasiswa mengenai situasi kebahasaan yang terjadi di
suatu daerah
BAB II
LANDASAN TEORI DAN METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Landasan
Teori
1.
Pengertian Kode
Istilah
kode dipakai untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan,
sehingga selain kode yang mengacu kepada bahasa (seperti bahasa Inggris, Belanda,
Jepang, Indonesia), juga mengacu kepada variasi bahasa, seperti varian regional
(bahasa Jawa dialek Banyuwas, Jogja-Solo, Surabaya), juga varian kelas sosial
disebut dialek sosial atau sosiolek (bahasa Jawa halus dan kasar), varian ragam
dan gaya dirangkum dalam laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat, atau gaya
santai), dan varian kegunaan atau register (bahasa pidato, bahasa doa, dan
bahasa lawak)
Kenyataan
seperti di atas menunjukkan bahwa hierarki kebahasaan dimulai dari
bahasa/language pada level paling atas disusul dengan kode yang terdiri atas
varian, ragam, gaya, dan register.
2.
Alih Kode
Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari
satu kode ke kode yang lain. Misalnya penutur menggunakan bahasa Indonesia
beralih menggunakan bahasa Jawa. Alih kode merupakan salah satu aspek
ketergantungan bahasa (languagedependency) dalam masyarakat multilingual. Dalam
masyarakat multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya menggunakan
satu bahasa. Dalam alih kode masing-masing bahasa masih cenderung mengdukung
fungsi masing-masing dan dan masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya.
Appel memberikan batasan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa
karena perubahan situasi.Suwito (1985) membagi alih kode menjadi dua, yaitu alih
kode ekstern
bila alih bahasa, seperti dari bahasa Indonesia beralih ke bahasa Inggris atau sebaliknya dan alih kode intern bila alih kode berupa alih varian, seperti dari bahasa Jawa ngoko merubah ke krama.
bila alih bahasa, seperti dari bahasa Indonesia beralih ke bahasa Inggris atau sebaliknya dan alih kode intern bila alih kode berupa alih varian, seperti dari bahasa Jawa ngoko merubah ke krama.
Beberapa faktor yang menyebabkan
alih kode adalah:
1. Penutur
seorang
penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu
tujuan. Misalnya mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi atau
sebaliknya.
2.
Mitra Tutur
Mitra tutur yang latar belakang
kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian
dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode
berupa alih bahasa.
3.
Hadirnya Penutur Ketiga
Untuk menetralisasi situasi dan
menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur
beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda.
4.
Pokok Pembicaraan
Pokok Pembicaraan atau topik
merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok
pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku, dengan
gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan
dengan bahasa takbaku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.
5.
Untuk membangkitkan rasa humor
Hal ini biasanya dilakukan dengan
alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara.
6.
Untuk sekadar bergengsi
Walaupun faktor situasi, lawan
bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak mengharapkan adanya alih
kode, terjadi alih kode, sehingga tampak adanya pemaksaan, tidak wajar, dan
cenderung tidak komunikatif.
3.
Campur Kode
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur
menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan
unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur,
seperti latar belakang sosil, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri
menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena
keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya,
sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung
satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic
convergence).
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:Campur kode ke dalam
(innercode-mixing):
Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya, dan Campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang berasal dari bahasa asing.
Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya, dan Campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang berasal dari bahasa asing.
Latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu
1.
sikap (attitudinal type)latar belakang sikap penutur
2.
Kebahasaan(linguistik type)latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga ada
alasan
identifikasi
peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
Beberapa
wujud campur kode,
a.
penyisipan kata,
b.
menyisipan frasa,
c.
penyisipan klausa,
d.
penyisipan ungkapan atau idiom, dan
e.
penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan asli dan asing).
4.
Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dan Campur
Kode
Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa
ini lazin terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa
atau lebih. Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi
dengan masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi
masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab
tertentu sedangkan campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang
digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain yang terlibat
dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa serpihan (pieces) saja, tanpa
fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode. Unsur bahasa lain hanya disisipkan pada
kode utama atau kode dasar. Sebagai contoh penutur menggunakan bahasa dalam
peristiwa tutur menyisipkan unsur bahasa Jawa, sehingga tercipta bahasa
Indonesia kejawa-jawaan.
B.
Metodologi
Penelitian
Sumber data
penelitian ini adalah masyarakat di desa Pamanukan Kabupaten Subang. Pemilihan
lokasi penelitian ini didasarkan atas pertimbangan situasi kebahasaan di
wilayah tersebut dengan khazanah bahasa Jawa yang memiliki karaktersitik yang
khas. Fokus kajian diarahkan pada kampung Sukamahi dengan pertimbangan adanya
asumsi masyarakat Pamanukan sendiri bahwa kampong Sukamahi dipandang sebagai
daerah yang memiliki variasi bahasa tersendiri dibandingkan daerah-daerah
lainnya.
Data
penelitian ini dikelompokkan atas data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang berupa tuturan atau bagian tutur lisan dari berbagai peristiwa
tutur di dalam berbagai ranah sosial. Data sekunder adalah data yang berupa
informasi atau keterangan tentang latar sosial, budaya, dan situasional yang
menjadi faktor penentu terjadinya peristiwa tutur di dalam berbagai ranah
sosial. Data pertama dikumpulkan dengan menggunakan metode pengamatan dan
wawancara. Metode pertama dilakukan dengan teknik simak, Metode kedua dilakukan
melalui wawancara terstruktur dan wawancara mendalam (indept interview)
. Kedua metode itu digunakan alat bantu rekam dan catat dengan menggunakan
catatan lapangan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis
kontekstual.
BAB III
ANALISIS DATA
A.
Profil
Situasi Kebahasaan
Desa Pamanukan (Kota) terbagi menjadi tiga
dusun, yaitu dusun Lebaksari, dusun Pangasinan, dan dusun Padek. Desa Pamanukan
ini memiliki penduduk yang bersifat majemuk, baik etnis, suku, agama dan
budaya, akan tetapi mereka dapat hidup
berdampingan tanpa adanya gesekan dalam kehidupan bermasyarakat.
Berkaitan dengan situasi kebahasaan, yang menjadi salah satu objek
penelitian kali ini, yaitu di Desa Pamanukan terdapat satu RW (Rukun Warga)
tepatnya di Kampung Sukamahi, daerah bagian dusun Padek, yang memiliki keunikan
dari segi penggunaan bahasa dalam sosialisasi antar warganya. Warga yang
umumnya produktif dalam hal pertanian dan perguliran uang, seperti perdagangan
dan jasa ini, pada kesehariannya mereka menggunakan dua bahasa daerah, yaitu
bahasa sunda dan bahasa jawa kasar.
Masyarakat asli Kampung Sukamahi ini, adalah penutur bahasa jawa
asli, namun karena banyaknya warga pendatang dari daerah tatar sunda sehingga
menyebabkan adanya integrasi terhadap situasi bahasa dalam sosialisasi
kehidupan bermasyarakat di kampung tersebut. Kampung ini memiliki 1200 penduduk
yang dengan cirri khas keunikan bahasa satusama lain. Warganya merupakan
multibahasa yang memahami dan mengerti lebih dari satu bahasa, yaitu bahasa
sunda, bahasa jawa dan bahasa Indonesia.
Secara geografis desa pamanukan ini terletak di daerah perbatasan,
Indramayu dan Subang sehingga bahasa Jawa (jawa kasar) yang digunakannya pun
memiliki keunikan yang terintegrasi oleh
bahasa sunda (sunda kasar).
B.
Wujud
Variasi Kode Bahasa
Berdasarkan hasil penelitian, kami memperoleh
data sebagai berikut;
Variasi bahasa dari segi
penutur, warga merupakan bilingualis bahasa daerah yang melahirkan suatu
variasi bahasa berupa dialek baru yaitu tuturan bahasa sunda berdisintegrasi
dengan dialek bahasa Jawa, yang disebabkan karena pada umumnya warga adalah orang
Jawa, maka para pendatang yang menggunakan bahasa sunda pun, dalam
kesehariannya mereka dituntut untuk berkomunikasi dalam bahasa jawa, sehingga
ketika dalam mereka menggunakan bahasa sunda, terjadi integrasi antara bahasa
sunda dengan bahasa jawa. Situasi ini merupakan wujud integrasi kode yang
melahirkan varian regional. Sosiolek masyarakat di Kampung Sukamahi ini,
terdiri atas golongan penutur bahasa jawa, golongan penutur bahasa sunda dan
ada juga golongan penutur yang bisa menggunakan kedua bahasa tersebut yang
dipengaruhi oleh faktor perkawinan atau pun perpindahan penduduk. Namun kedua
bahasa daerah yang digunakan merupakan ragam bahasa sunda dan jawa kasar.
Berikut pemetaan pengguanaan bahasa dalam kehidupan masyarakat Kampung
Sukamahi, Pamanukan.
Penduduk asli + penduduk asli
menggunakan bahasa jawa
Penduduk asli + pendatang menggunakan bahasa sunda +
bahasa ppppppppijawa
Pendatang + pendatang menggunakan bahasa jawa + bahasa ppppppppisunda
C.
Faktor
Sosial Budaya yang Menentukan Pemilihan Bahasa
Faktor sosial yang
menyebabkan adanya variasi bahasa di Kampung Sukamahi yaitu dikarena adanya perpindahan penduduk
antar kampung, dan perkawinan antar suku yang berbeda. Pemilihan penggunaan
bahasa di masyarakat umumnya adalah bahasa jawa karena penduduk asli merupakan
penutur asli bahasa jawa yang juga bukan merupakan bahasa jawa murni (jawa
kasar). Akan tetapi bagi penduduk
pendatang mereka mampu menggunakan dua bahasa yaitu dalam kehidupan keluarga
menggunakan bahasa sunda kasar dengan interferensi dan integrasi dari bahasa
jawa, sedangkan dalam sosialisasi masyarakat mereka menggunakan bahasa jawa
kasar sebagai bahasa pengantar pergaulan di kampung tersebut.
Berikut bagan penentuan
bahasa pergaulan dalam masyarakat;
Penduduk asli + penduduk asli
menggunakan bahasa jawa
Penduduk asli + pendatang menggunakan bahasa jawa
Pendatang + pendatang menggunakan bahasa jawa + bahasa ppppppppppppppppppppppppppppppppisunda +bahasa
Indonesia
Selain faktor sosial,
terdapat beberapa faktor situasional yang mempengaruhi pemakaian bahasa warga
Kampung Sukamahi, yaitu bahasa percakapan tergantung pada bahasa yang digunakan
oleh lawan bicara, dan kepada siapa mereka berbicara.
D.
Wujud
Alih Kode yang terjadi Sebagai Bentuk Pilihan Bahasa
Wujud alih kode yang terjadi bersifat
situasional, namun dari beberapa responden yang kami jadikan sebagai sumber
data, rata-rata mereka melakukan campur kode antara bahasa jawa kasar dengan
bahasa sunda ketika penutur ketiga hadir sebagai pengguna bahasa sunda dan
terlibat aktif dalam percakapan.
Ketika dua orang penutur asli
yang sedang berbincang dalam bahasa jawa kasar, kemudian datanglah seorang dari
observer sebagai penutur ketiga dengan menggunakan bahasa sunda yang ikut masuk
dan terlibat dalam pembicaraan mereka, maka serta merta mereka mengubah bahasa
jawa yang tadinya mereka gunakan menjadi bahasa sunda kasar mengikuti bahasa
yang digunakan oleh penutur ketiga, namun dalam pembicaraannya masih terdapat
beberapa serpihan bahasa jawa meskipun tidak dominan. Akan tetapi keunikan yang
terjadi adalah munculnya variasi bahasa dari segi varian dialek regional yaitu
mereka tetap mempertahankan dialek bahasa jawa, meskipun telah beralih kode
menggunakan bahasa sunda (bahasa sunda kejawa-jawaan).
Berikut penggalan percakapan penduduk asli dan
pendatang dengan menggunakan bahasa jawa kasar.
Satria : bahasa jawa lengkene contona
apa Pa?
Bapak
Susilo : Ya Jawa
Satria : Ya bahasa Jawa lengkene serupa
kaya apa?
Bapak
Susilo : Jawa Indramayu
Satria : Lengkenena pendatang ora?
Bapak
Susilo : Akeh
Satria : Lengkene bahasa Jawa Tengah ora
Pa?
Bapak
Susilo : Bahasa Jawa Tengan ana mah ana, tapi ngomongna jawa ngeneh.
Jawa iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiIndramayu
lah biasa.
Bahasa sundane sing seperempat, sing akeh
bahasa jawa.
Satria : Akehlah bahasa jawa ngono?
Bapak
Susilo : Jawane jawa kuol.
Keterangan: kata yang dicetak tebal, terindikasi merupakan wujud
pengaruh serpihan bahasa sunda dalam penggunaan bahasa jawa.
E.
Faktor
Sosial Budaya yang Menentukan Adanya Alih Kode dan Campur Kode dalam Masyarakat
Pamanukan, Subang.
Berdasarkan
sejarah, Desa Pamanukan terdiri dari berbagai etnis, suku, agama dan budaya.
Sehingga kemajemukan itu melahirkan variasi baru dalam situasi kebahasaan
masyarakatnya. Di desa ini terdapat satu Rukun Warga, yaitu Kampung
Sukamahi, yang terdiri dari kurang lebih
1200 jiwa yang di dalamnya memiliki keunikan bahasa karena disebabkan oleh
integrasi bahasa pendatang dengan bahasa penduduk asli, sehingga munculah
variasi bahasa sunda sebagai bahasa kedua (bahasa yang dibawa oleh pendatang)
yang berdialek bahasa jawa (bahasa penduduk asli). Faktor sosial lainnya adalah
karena perpindahan penduduk, dan perkawinan antara penduduk asli dengan warga
pendatang.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Situasi
kebahasaan masyarakat desa Pamanukan ditandai oleh pemakaian bahasa Jawa dan
bahasa Sunda dengan segala variasinya. di samping terdapat pula pemakaian
bahasa daerah lain. Kedua bahasa itu menduduki peran masing-masing sehingga
menjadikan masyarakat Pamanukan (kota) sebagai masyarakat yang diglosia, yakni
masyarakat yang memiliki lebih dari satu bahasa dengan fungsi yang berbeda.
Kejelasan pemilihan bahasa pada masyarakat Pamanukan terutama tampak pada
bahasa Sunda di satu pihak dan bahasa Jawa dipihak lain. Bahasa Jawa dan bahasa Sunda dialaek Pamanukan merupakan salah satu dialek
regional yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat bahasa di daerah
Sukamahi, desa Pamanukan, kabupaten Subang.
B.
Saran
Penelitian ini
menemukan adanya situasi kebahasaan yang mencakup adanya alih kode, dan campur
kode yang terjadi pada ranah keluarga
dan ranah pergaulan dalam masyarakat desa Pamanukan, sehingga menyebabkan
adanya pergeseran bahasa Jawa yang merupakan bahasa asli penutur di desa
tersebut. Namun, sejauh mana dan bagaimana wujud pergeseran Bahasa Sunda dalam
masyarakat Pamanukan belum diungkap
dalam penelitian ini. Untuk itu, diperlukan penelitian lanjut agar dapat
diketahui secara jelas dan mendalam permasalahan pergeseran Bahasa Jawa dalam
masyarakat Pamanukan. Penelitian seperti itu sangat bermakna dalam upaya
pembinaan dan pengembangan bahasa daerah. Untuk mencegah kekhawatiran adanya
pergeseran dan kepunahan bahasa-bahasa daerah telah menjadi wacana dalam
berbagai kalangan pemerhati bahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar