Cari Blog Ini

Rabu, 15 Mei 2013

Hakikat Musyawarah


BAB 2
PEMBAHASAN
Al-Qur’an tidak mejelaskan bagaimana bentuk Syûrâ yang dianjurkannya. Ini untuk memberikan kesempatan kepada setiap masyarakat menyusun bentuk Syûrâ yang mereka inginkan sesuai dengan perkembangan dan ciri masyarakat masing-masing. Sehingga hal tersebut memunculkan keanekaragaman bentuk musyawarah yang dilaksanakan oleh berbagai Negara di dunia meskipun mayoritas masyarakat negara-negara tersebut beragama islam. Berikut ini akan dipaparkan berbagai bentuk musyawarah yang terdapat dalam beberapa Negara yang mayoritas masyarakatnya beragama islam khusunya musyawarah yang dilakukan dalam pemerintahan. Adapun Negara-negara tersebut diantaranya Negara arab Saudi, Malaysia, Brunei Darussalam, Iran serta Indonesia.
2.1 Bentuk Musyawarah Negara Arab Saudi
Bentuk pemerintahan Arab Saudi adalah monarki absolut. Adapun yang dimaksud dengan bentuk pemerintahan monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang (raja, ratu, syah, atau kaisar) yang kekuasaan dan wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja merupakan hukum dan undang-undang yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh rakyatnya. Pada diri raja terdapat kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang menyatu dalam ucapan dan perbuatannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa bentuk pemerintahan ini memeliki beberapa keunggulan, akan tetapi bentuk pemerintahan yang dianut Arab saudi ini juga memiliki kelemahan, yakni diterapkannya monarki absolut (sistem kerajaan), akan mengikis nilai-nilai demokrasidi Negara tersebut. bahkan Negara akrab menganggap bahwa demokrasi tidak sesuai dengan syariat Islam, padahal apabia kita kaji lebih dalam sesungguhnya Nabi Muhamad juga tidak pernah mewariskan kekuasaan pada anak cucunya. Sehingga sistem kerajaanpun sebenarnya tidak sesuai syariat yang dibawa Nabi, karena sesungguhnya dalam diskursus politik Islam hanya dikenal konsep syura (musyawarah) sebagai lembaga yang sekarang ini dinamakan lembaga perwakilan. Dalam diskursus politik Islam, justru prinsip-prinsip seperti (keadilan), musawah (kesetaraan), dan tasamuh (toleransi) mendapatkan penekanan yang serius.
2.2 Bentuk Musyawarah Negara Malaysia
Negara Malaysia menganut system pemerintahan Monarki parlementer. Adapun yang dimaksud dengan monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan menempatkan parlemen sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Jatuh tegaknya pemerintah bergantung pada kepercayaan parlemen kepada para menteri. Dalam monarki parlementer, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (perdana menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagai kepala negara (simbol kekuasaan) yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat. Raja tidak memegang pemerintahan secara nyata, tetapi para menteri yang bertanggung jawab atas nama dewan maupun sendiri-sendiri, sesuai tugas masing-masing.
Hanya saja dalam prakteknya terdapat penyimpangan yang dilakukan oleh raja beserta dengan keluarganya, yang mana mereka merasa seolah-olah manjadi penguasa yang bolah malakukan apa saja. Selain itu semua keputusan yang dibuat oleh pimpinan negara walaupun prakteknya adalah Musyawarah, hanya saja bentuk musyawarahnya itu seperti musyawarah ala DPR/MPR masa Orde Baru di Indonesia. Setelah itu hasil dari ‘Musyawarah’ itu juga tidak boleh dipertanyakan. Di Negara Malaysia, siapa saja yang mempersoalkan hasil ‘Musyawarah’ ini dapat diklasifikasikan sebagai orang yang membahayakan keselamatan negara dan dapat ditahan dengan menggunakan ISA atau Akta Hasutan. Jadi bentuk musyawarah yang dilaksanakan di Negara Malaysia ini tidak sesuai dengan syariat islam karena tidak adanya  keterlibatan masyarakat didalam urusan yang berkaitan dengan mereka serta tidak adanya keterbukaan dalam pelaksanaan musyawarah tersebut.
2.3 Bentuk Musyawarah Negara Brunei Darussalam
2.4 Bentuk Musyawarah Negara Iran
Trias Politica adalah sebuah konsep pembagian kekuasaan yang digagas oleh John Locke dan Montesquieu. Agar suatu kestabilan dalam pemerintahan dapat terjaga hendaknya kekuasaan dibagi menjadi tiga bagian yaitu legislatif (pembuat Undang-Undang), eksekutif (pelaksana Undang-Undang) dan yudikatif (pengawas pelaksanaan Undang-Undang). Pemisahan itu dimaksudkan agar tidak terjadi sebuah pemerintahan arogan di bawah seorang Raja atau pemimpin mirip Raja.
Ada sebuah kontroversi ketika konsep trias politica diterapkan di Iran. Iran sebagai sebuah Negara Islam mencoba berkompromi dengan mengadopsi konsep tris politica barat ala mereka sendiri
Republik Islam Iran tetap memelihara konsep imamah itu sambil dikompromikan dengan konsep Negara modern yang mementingkan pembagian kekuasaan (trias politica). Inilah bedanya Iran dengan Negara Islam yang lain macam Arab Saudi dan berbagai Negara Arab lainnya.
Di Iran legislative, eksekutif dan yudikatif tetap ada. Akan tetapi tiga kekuasaan itu tunduk pada kekuasaan wilayatul faqih atau Imam tertinggi mereka itu (Supreme Leader). Tampuk Imam tertinggi itu saat ini dipegang oleh Ayatullah Ali Khomaeni. Jadi disamping kekuasaan sudah dibatasi berdasarkan konsep trias politica, tapi juga masih dibatasi oleh Imam. Imam tidak berkenan berarti Presiden tidak bisa bergerak.
Sama seperti Negara lain, legislative di Iran (Majlis of Iran/Majles-e Shura-ye Eslami) berperan menyusun Undang-Undang. Eksekutif sebagai pelaksana Undang-Undang dipegang oleh Presiden, yang saat ini dipegang Mahmoud Ahmadinejad. Sementara kewenangan yudikative sebagai pengawas pelaksanaan pemerintahan di pegang oleh Assembly of Experts (Majles-e-Khebregan).
Ayatullah sebagai pemimpin tertinggi memang berfungsi sebagai pengawas pemerintahan, tapi hal ini dalam prakteknya dijalankan oleh Assembly of Experts tadi. Ayatullah menjadi semacam pemberi restu saja karena semua komponen trias politica itu harus berdasarkan persetujuan Ayatullah
Timbul kesan Ayatullah itu menjadi superbody alias mempunyai wewenang penuh. Lantas mungkin timbul pertanyaan apa bedanya Ayatullah dengan Raja. Inilah uniknya Iran. Ayatullah tidak bergerak sendirian.Dia memimpin sebuah Garda Nasional (National Guardian). Jadi ayatullah tetap menerapkan konsep musyawarah sebagai pemimpin tertinggi, meskipun mungkin pada kenyataanya anggota Garda Nasional itu yang berjumlah 12 orang sangat patuh pada Ayatullah. Tapi paling tidak Ayatullah berbeda dengan raja karena ia tetap menerapkan konsep musywarah.
Iran mencoba mengkompromikan konsep Negara modern dengan konsep Negara Islam ala mereka. Hasilnya adalah sebuah syitem unik yang dianut Republik Islam Iran seperti sekarang ini. Jadi Iran tidak bisa disebut kerajaan karena mereka tidak punya raja dan sistem pemerintahannya sangat demokratis dengan berlandaskan pada konsep trias politica barat. Namun Iran juga tidak bisa dikatakan full murni menerapkan demokrasi karena 3 kekuasaan pemerintahan itu ternyata tunduk pada Ayatullah sebagai pemimpin tertinggi.
2.5 Bentuk Musyawarah Negara Pakistan

2.6 Bentuk Musyawarah Negara Turki
2.7 Bentuk Musyawarah Negara Indonesia

2.2.2 Perbedaan Musyawarah dengan Demokrasi
Syura merupakan konsep politik yang tidak mengharuskan pengambilan keputusan terkait dengannya. Pendapat majelius syura sekedar bersifat konsultatif,karnanya menjadi relative dan tidak mengikat sesui keinginan penguasa.kewajiban seorang penguasa hanyalah dalam hal melaksanakan musyawarah, bukan mengambil pendapat mereka. Tanggung jawab terhadap keputusan yang di ambil pun di pikul penguasa itu sendiri,sedangkan mereka yang di minta pendapat dalam musyawarah tidak bertanggung jawab sama sekali. Selain itu, syura tidak mengenal perolehan pendapat mayoritas,seperti di kenal dalam konsep demokrasi,dan tidak memberikan batas mengenai kwantitas,kwalitas,ruang maupun waktunya.syura juga tidak mengenal rumusan yang baku.ada kalnya pemimpin (penguasa)mengambil sebagian pendapat majelis syura,keseluruhan atau satu pendapat dari sekian banyak penjdapat yang di ketengahkan majelis syura. Hal-hal ini lah yang menjadi karakteristik inti konsep syura di dunia islam,yang hampir tidak sedikit pun memiliki ke samaan dengan demokrasi barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar