A. Arti Bilingualisme
Istilah
bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga
kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang
dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa
atau dua kode bahasa. Secara sosialinguistik secara umum, bilinguslisme
diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya
dengan orang lain secara bergantian (Mackey 1962:12, Fishman 1975:73).
Untuk
dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa
itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1), dan
yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2). Orang
yang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual (dalam
bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan). Sedangkan kemampuan untuk
menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut
juga kedwibahasawanan). Selain istilah bilingualisme dengan segala jabarannya
ada juga istilah multilingualisme (dalam bahasa Indonesia disebut juga
keanekabahasaan) yakni keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa oleh
seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.
B. Definisi Kedwibahasaan (Bilingaulisme)
Telah
diketahui bahwa secara harfiah kedwibahasaan adalah kebiasaan menggunakan dua
bahasa atau lebih secara bergantian. Dibawah ini adalah pendapat-pendapat atau
definisi tantang kedwibahasaan oleh para pakar ahlinya. Menurut para pakar
kedwibahasaan didefinisikan sebagai berikut:
1.
Robert Lado (1964-214)
Kedwibahasaan
merupakan kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya.
Secara teknis pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa, bagaimana
tingkatnya oleh seseorang.
2.
MacKey (1956:155)
Kedwibahasaan
adalah pemakaian yang bergantian dari dua bahasa. Merumuskan kedwibahasaan
sebagai kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih oleh seseorang (the
alternative use of two or more languages by the same individual). Perluasan
pendapat ini dikemukakan dengan adanya tingkatan kedwibahasaan dilihat dari
segi penguasaan unsur gramatikal, leksikal, semantik, dan gaya yang tercermin
dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis.
3.
Hartman dan Stork (1972:27)
Kedwibahasaan
adalah pemakain dua bahasa oleh seorang penutur atau masyarakat ujaran.
4. Bloomfield (1958:56)
4. Bloomfield (1958:56)
Kedwibahasaan
merupakan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang
penutur. Merumuskan kedwibahasaan sebagai penguasaan yang sama baiknya atas dua
bahasa atau native like control of two languages. Penguasaan dua bahasa dengan
kelancaran dan ketepatan yang sama seperti penutur asli sangatlah sulit diukur.
5.
Haugen (1968:10)
Kedwibahasaan
adalah tahu dua bahasa. Jika diuraikan secara lebih umum maka pengertian
kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara
produktif maupun reseftif oleh seorang individu atau oleh masyarakat.
Mengemukakan kedwibahasaan dengan tahu dua bahasa (knowledge of two languages),
cukup mengetahui dua bahasa secara pasif atau understanding without speaking.
6.
Oksaar
Berpendapat
bahwa kedwibahasaan bukan hanya milik individu, namun harus diperlakukan
sebagai milik kelompok, sehingga memungkinkan adanya masyarakat dwibahasawan.
Hal ini terlihat di Belgia menetapkan bahasa Belanda dan Perencis sebagai
bahasa negara, Finlandia dengan bahasa Find dan bahasa Swedia. Di Montreal
Kanada, bahasa Inggris dan Perancis dipakai secara bergantian oleh warganya,
sehingga warga montreal dianggap sebagai masyarakat dwibahasawan murni.
Jadi dapat diambil kesimpulan dari definisi-definisi diatas bahwa kedwibahasaan berhubungan erat dengan pemakaian dua bahasa atau lebih oleh seorang dwibahasawan atau masyarakat dwibahasawan secara bergantian. Pengertian kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseftif oleh seorang individu atau oleh masyarakat.
Jadi dapat diambil kesimpulan dari definisi-definisi diatas bahwa kedwibahasaan berhubungan erat dengan pemakaian dua bahasa atau lebih oleh seorang dwibahasawan atau masyarakat dwibahasawan secara bergantian. Pengertian kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseftif oleh seorang individu atau oleh masyarakat.
C. Pembagian Kedwibahasaan
Adapun
beberapa jenis pembagian kedwibahasaan berdasarkan tipologi kedwibahasaan,
yaitu :
1.
Kedwibahasaan Majemuk (compound bilingualism)
Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa
salah satu bahasa lebih baik dari pada kemampuan berbahasa bahasa yang lain.
Kedwibahasaan ini didasarkan pada kaitan antara B1 dengan B2 yang dikuasai oleh
dwibahasawan. Kedua bahasa dikuasai oleh dwibahasawan tetapi berdiri
sendiri-dendiri.
2.
Kedwibahasaan Koordinatif / sejajar.
Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa pemakaian dua bahasa
sama-sama baik oleh seorang individu. Kedwibahasaan seimbang dikaitkan dengan
taraf penguasaan B1 dan B2. Orang yang sama mahirnya dalam dua bahasa.
3.
Kedwibahasaan Sub-ordinatif (kompleks)
Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa seorang individu pada
saat memakai B1 sering memasukkan B2 atau sebaliknya. Kedwibahasaan ini
dihubungkan dengan situasi yang dihadapi B1. Adalah sekelompok kecil yang
dikelilingi dan didominasi oleh masyarakat suatu bahasa yang besar sehinga
masyarakat kecil ini dimungkinkan dapat kehilangan B1-nya.
Ada beberapa pendapat lain oleh pakar kedwibahasaan dalam tipologi kdwibahasaan diantaranya adalah:
Ada beberapa pendapat lain oleh pakar kedwibahasaan dalam tipologi kdwibahasaan diantaranya adalah:
1.
Baeten Beardsmore (1985:22)
Menambahkankan satu derajat lagi yaitu kedwibahasaan awal
(inception bilingualism) yaitu kedwibahasan yang dimemiliki oleh seorang
individu yang sedang dalam proses menguasai B2.
2.
Menurut Pohl (dalam Baetens Beardmore, 1985;5)
Tipologi bahasa lebih didasarkan pada status bahasa yang ada
didalam masyarakat, maka Pohl membagi kedwibahasaan menjadi tiga tipe yaitu:
a.
Kedwibahasaan Horisontal (horizontal bilingualism)
Merupakan situasi pemakaian dua bahasa yang berbeda tetapi
masing-masing bahasa memiliki status yang sejajar baik dalam situasi resmi,
kebudayaan maupun dalam kehidupan keluarga dari kelompok pemakainya.
b.
Kedwibahasaan Vertikal (vertical bilinguism)
Merupakan pemakaian dua bahasa apabila bahasa baku dan
dialek, baik yang berhubungan ataupun terpisah, dimiliki oleh seorang penutur.
c.
Kedwibahasaan Diagonal (diagonal bilingualism)
Merupakan pemakaian dua bahasa dialek atau tidak baku secara
bersama-sama tetapi keduanya tidak memiliki hubungan secara genetik dengan
bahasa baku yang dipakai oleh masyarakat itu.
3.
Menurut Arsenan (dalam Baerdsmore, 1985)
Tipe kedwibahasaan pada kemampuan berbahasa, maka ia
mengklasifikasikan kedwibahasaan menjadi dua yaitu:
a.
Kedwibahasaan produktif (productive bilingualism) atau kedwibahasaan aktif atau
kedwibahasaan simetrik (symmetrical bilingualism) yaitu pemakaian dua bahasa
oleh seorang individu terhadap seluruh aspek keterampilan berbahasa (menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis)
b.
Kedwibahasaan reseptif (reseptive bilingualism) atau kedwibahasaan pasif atau
kedwibahasaan asimetrik (asymetrical bilingualism)
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosialinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Alwasilah,
A. Chaedar. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Ohoiwutun,
Paul. 2004. Sosialinguistik Memahami Bahasa Dalam Konteks Masyarakat dan
kebudayaan. Jakarta: Kesaint Blanc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar